Sunday, May 1, 2016

Keberanian Hartini Membuka Status Sebagai ODHA





Judul               : Hartini: Memoar Seorang Perempuan dengan HIV
Penulis            : Anang YB
Editor              : Andy F. Noya
Penerbit           : Kompas
Cetakan           : Pertama, 2016
Tebal               : 200 Halaman
ISBN               : 978-602-412-012-2

     Buku ini berkisah tentang kehidupan nyata seorang ibu rumah tangga bernama Hartini. Hartini harus rela kehilangan Nandito, buah hati tercintanya yang belum genap berusia setahun. Nandito pergi untuk selama-lamanya akibat sebuah penyakit yang tidak pernah dia bayangkan. Dua minggu sebelum Nandito meninggal Hartini baru mengetahui bahwa Nandito HIV positif.
    “HIV itu AIDS? Nandito sakit itu?” Hartini merasa seperti tertimpa runtuhan bata tepat di atas kepalanya. Kabar itu terlalu mengagetkan dirinya (hal. 20). Nandito meninggal karena HIV positif sehingga dokter mnyarankan agar Hartini dan suami menjalani test VCT. Namun suami Hartini menolak untuk melakukan test karena merasa dirinya sehat sedangkan Hartini menjalani test tersebut untuk membuktikan bahwa dia bukanlah seorang dengan HIV positif.
     Dua minggu serelah menjalani test VCT hasilnya pun keluar. Hasil test VCT membuat Hartini seolah mendadak lumpuh. Seluruh sendi di badannya seolah terlepas. Ingin rasanya saat itu Hartini meninggalkan dunia ini. Hartini dinyatakan HIV positif! Cobaan ini jauh dari gambaran terburuk yang bisa dilukiskan Hartini.
      Siapakah yang menularkan penyakit ini? Menuduh suami pun hampir mustahil. Orang sakit AIDS setahu Hartini adalah orang kurus, hampir mati, selalu berbaring di tempat tidur, dan kulit rusak. Sementara Leo ataupun dua suami sebelumnya adalah pria-pria sehat. Leo dan Hartini sepakat untuk tidak bercerita pada keluarga dengan alasan hal itu akan membuat malu keluarga.
      Setelah kepergian Nandito, Hartini mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Kekerasan itu sebenarnya sudah terjadi sejak awal pernikahan dan terus berulang. Leo, suaminya seperti mempunyai dua kepribadian. Leo terlalu posesif. Hingga akhirnya Hartini memutuskan untuk bercerai karena tidak tahan dengan perlakuan Leo. Inilah ketiga kalinya Hartini gagal dalam membina rumah tangga.
     Semenjak bercerai, Hartini rutin berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi ODHA. Hartini mulai bergabung dengan IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) dan LSM kesehatan. Di LSM inilah Hartini bertemu Tarmono yang juga ODHA. Mereka berdua akhirnya menikah. Hartini sengaja membuat komitmen dengan Tarmono bahwa mereka menikah dengan tujuan mempunyai anak. Hartini tahu bahwa meskipun ODHA mereka masih memiliki harapan untuk mempunyai anak yang sehat.
     Belakangan Hartini mendapat informasi bahwa HIV positif tidak harus menikah dengan HIV positif karena itu justru mempersulit. “Kalau keduanya sakit, siapa yang akan menjaga dan merawat?” begitu pesan salah satu dokter sahabat Hartini (hal. 113). Tumbuh sedikit penyesalan dalam diri Hartini karena terburu-buru memutuskan menikah dengan sesama HIV positif ditambah lagi dengan kebiasaan Tarmono yang hobi berjudi dan mengkonsumsi metadon. Hartini tidak tahan lagi dengan perkawinan yang mulai mengering tanpa cinta. Juga tanpa nafkah. Hartini memutuskan mengakhiri perkawinan.
      Selepas bercerai yang keempat kali, Hartini kembali membina rumah tangga dengan seorang laki-laki sehat yang menerima apa adanya kondisi dirinya, baik statusnya sebagai janda ataupun ODHA. Laki-laki itu bernama Firman. Mereka berdua sama-sama ingin mempunyai anak sehingga selalu berkonsultasi pada dokter. Hartini tidak ingin suami yang dia cintai tertular HIV selain itu Hartini ingin mempunyai anak yang sehat.
      Kini Hartini mulai berani membuka statusnya sebagai ODHA. Dia pernah tampil di acara TV dengan topik soal HIV dan kekerasan. Bahkan Hartini pernah menjadi narasumber di acara Kick Andy. Keberanian Hartini untuk tampil secara terbuka telah menginspirasi ODHA lain. Hartini mampu membuktikan bahwa ODHA bisa hidup normal, tidak menyusahkan orang lain, bisa mempunyai anak yang sehat, dan masih bisa membangun keluarga yang bahagia.
      Melalui kisah Hartini dalam buku ini, Anang YB selaku penulis berusaha membuka mata masyarakat bahwa persepsi masayarakat yang sering mengidentikkan ODHA hanya pekerja seks dan pecandu narkoba perlu diubah. Ibu rumah tangga juga rentan terkena HIV. Lewat buku ini pembaca akan lebih tahu mengenai HIV dan AIDS sehingga tidak terjebak dalam stigma negatif terkait ODHA.



Resensi ini dimuat di Harian Nasional edisi Sabtu-Minggu 30 April-1 Mei 2016
 

No comments:

Post a Comment

Tata Tertib Berkomentar di Blog Ini:
-Dilarang promosi iklan
-Dilarang menyisipkan link aktif pada komentar
-Dilarang komentar yang berbau pornografi, unsur sara, dan perjudian